Pengertian Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan pasal 1 ayat 25 UU KUP 1984 bahwa:
“pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
  1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan/atau
  2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut.
  1. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan/atau rugi;
  2. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
  3. Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
  4. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada point ke 2 tidak dipenuhi.

Sedangkan pemeriksaan yang dimaksudkan untuk tujuan lain dapat dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut.
  1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pencabutan NPWP;
  2. Pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP);
  3. Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib Pajak baru;
  4. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding;
  5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan;
  6. Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
  7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah tertentu;
  8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 21;
  9. Pelaksanaan ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain point pertama sampai dengan point ke 6.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Pemeriksaan Pajak oleh pejabat yang berwenang dan berakhir dengan disetujuinya Laporan Pemeriksaan Pajak. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksaaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.

Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Laporan Pemeriksaan Pajak digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan

Related Posts:

Pelayanan Fiskus

Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan Wajib Pajak. Kualitas pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap Wajib Pajak dalam membayar pajaknya. Oleh karena itu, fiskus dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada Wajib Pajak serta dapat memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar pajak. Pemberian jasa oleh aparat pajak kepada Wajib Pajak besar manfaatnya sehingga dapat menimbulkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pelayanan perpajakan dapat dilakukan melalui 3 organisasi dalam pengawasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yaitu:
1. Kantor Pusat
Kantor Pusat DJP merupakan unit pembuat kebijakan (policy maker) dan pengembangan organisasi juga proses kerja (transform) sehingga tidak mengerjakan tugas dan fungsi operasional perpajakan, kecuali hal yang bersifat khusus.

2. Kantor Wilayah
Secara umum, tugas pokok dan fungsi semua Kantor Wilayah DJP pada dasarnya adalah sama satu sama lain, yakni sebagai unit koordinator pelaksanaan tugas perpajakan di lapangan, sekaligus pengawasan atas pelaksanaan tugas KPP.

3. Kantor Pelayanan Pajak
Dalam implementasinya ada 3 (tiga) model atau jenis KPP, yaitu:
    a. KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers Office, LTO)
          KPP Wajib Pajak Besar mengelola Wajib Pajak skala besar secara nasional dengan jenis badan dan terbatas jumlahnya. Di KPP ini tidak ada kegiatan ekstensifikasi karena jumlah Wajib Pajak KPP tersebut sudah tetap sekitar 200-300 yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tidak semua jenis pajak dikelola, melainkan hanya PPh, PPN, PPnBM dan bea materai. Kedudukannya hanya berada di Jakarta dan jumlahnya hanya 3 kantor.

     b. KPP Madya (Medium Taxpayers Office, MTO).
        KPP Madya mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala regional (lingkup Kantor Wilayah) dan juga terbatas jumlahnya. Di KPP ini juga tidak ada kegiatan ekstensifikasi, karena jumlah Wajib Pajak KPP tersebut sudah tetap sekitar 200-500 yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Tidak semua jenis pajak dikelola, melainkan hanya PPh, PPN, PPnBM dan bea materai. Wilayah kerjanya sama dengan Kantor Wilayah DJP atasannya.

      c. KPP Pratama (Small Taxpayers Office, STO)
            KPP Pratama mengelola Wajib Pajak menengah ke bawah yakni jenis badan di luar yang telah dikelola di KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya serta orang pribadi. Di KPP ini ada kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak sehingga jumlah Wajib Pajaknya dapat selalu bertambah seiring dengan pertambahan orang pribadi yang memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau melakukan kegiatan usaha di wilayah kerjanya. Semua jenis pajak dikelola, meliputi PPh PPN, PPnBM, bea materai, PBB dan BPHTP. Kedudukannya berada di semua Kantor Wilayah di tanah air, kecuali di Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Jakarta khusus.

Pelayanan fiskus diteliti melalui tiga dimensi yaitu:
1. Kualitas Sumber Daya Manusia
Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompenten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis dan bermoral tinggi.

2. Ketentuan Perpajakan
Dengan perkembangan yang terjadi baik dalam perekonomian, perdagangan internasional, teknologi informasi maupun aspek lainnya, untuk penyesuaiannya telah dilakukan amandemen terhadap Undang- Undang Perpajakan. Amandemen yang dilakukan seirama dengan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Ketentuan perpajakan harus dibuat sebaik mungkin agar dapat dimengerti, diaplikasikan oleh Wajib Pajak dan memiliki dampak yang baik setelah diterbitkan.

3. Sistem Informasi Perpajakan.
Dalam rangka akurasi data, kecepatan dan memperlancar perkejaan, Direktorat Jenderal Pajak terdapat beberapa sistem informasi yang digunakan oleh unit-unit kerja yang ada, seperti Sistem Informasi Perpajakan (SIP) di KPP, kemudian Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SMIOP) di KPPBB.

Guna mendukung peningkatan pelayanan perpajakan, dilakukan perubahan penggunaan teknologi informasi dan sistem informasi. Saat ini penerapan sistem informasinya dengan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) yang berbasis teknologi terkini. Semua alur pekerjaan (work flow) berada dalam jalur SIDJP dengan case management.

Dengan demikian setiap jenis pelayanan atas permohonan Wajib Pajak dapat terpantau oleh pimpinan, yakni sedang di unit mana, dikerjakan oleh siapa dan sudah berapa lama waktunya sejak diterima di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

Apabila pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak tidak memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak, berarti pelayanan yang diberikan tidak berkualitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan pajak yang diberikan oleh aparat pajak diduga akan berpengaruh terhadap penerimaan PPN. Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan kepada wajib pajak sehingga akan menjadi patuh dalam memenuhi kewajibannya dan otomatis optimalisasi penerimaan PPN akan berjalan sukses. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak maka semakin tinggi tingkat penerimaan yang akan diterima.

Related Posts:

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) dan Fungsinya

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 1, ayat 11 dalam Undang-Undang KUP menyebutkan bahwa:
“surat pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Surat pemberitahuan yang digunakan oleh Wajib Pajak ini terdiri atas:
  1. Surat pemberitahuan masa - Surat pemberitahuan masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu masa pajak.
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan - Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.


Fungsi Surat pemberitahuan (SPT)
Surat pemberitahuan (SPT) pajak memiliki fungsi yang berbeda bagi setiap pihak yang berkepentingan. Baik untuk wajib pajak, Pengusaha Kena Pajak maupun bagi pemotong atau pemungut pajak. Fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan. Selain itu surat pemberitahuan juga berfungsi untuk mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

  1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian Tahun Pajak,
  2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
  3. harta dan kewajiban, dan/atau,
  4. pembayaran dari pemotongan pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
  1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan
  2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Related Posts:

Kerangka Konseptual Akuntansi Syariah

Tujuan dari akuntansi syariah menurut Adnan ada dua hal. (1) membantu mencapai keadilan sosio- ekonomi (Al Falah) dan (2) mengenal sepenuhnya kewajiban kepada Tuhan, masyarakat, individu sehubungan dengan pihak- pihak yang terkait pada aktivitas ekonomi yaitu akuntan, auditor, manajer, pemilik, pemerintah dsb sebagai bentuk ibadah.

Selanjutnya manusia yang diberi amanah sebagai pemegang kuasa melaksanakan aktivitas dengan moralitas dan etika yaitu: taqwa, kebenaran dan pertanggungjawaban. Teknik juga dirumuskan dari tujuan akuntansi syariah dengan dua komponennya yaitu pengukuran dan penyingkapan. Pada komponen pengukuran dibahas kepentingan- kepentingan untuk tujuan zakat, penentuan dan distribusi laba serta pembayaran pajak. Sedangkan di komponen penyingkapan dijelaskan tentang pentingnya pemenuhan tugas dan kewajiban sesuai syariah: harus halal, bebas riba dan penilaian zakat sesuai aturan yang ditetapkan Alloh SWT berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.

Tujuan laporan keuangan syariah

  • Menyediakan informasi yg menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yg bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
  • Tujuan lainnya adalah : 
  • meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam setiap transaksi dan kegiatan usaha.
  • informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset, kewajiban, pendapoatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada yg dalam perolehan dan penggunaannya.
  • informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keunmtungan yg layak
  • informasi mengenai keuntungan investasi yg di peroleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer dan inform,asi mengenai pemenuhan kewajiban. (obligation) fungsi social entitas syariah. Termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf. 


Tujuan akuntansi syariah
Segala aturan yg diturunkan ALLAH SWT dalam sistem islam mengarah pada tercapainya kebaikan kesejahteraan. Keutamaan serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan dan kerugian pada seluruh ciptaannya. Dan di ekonomi untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat.

Sasaran hukum islam yg menunjukan islam sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta dan isinya.
Penyucian jiwa  agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya
Tegaknya keadilan didalm masarakat.
Tercapainya maslahah (puncak sasaran)
Selamat agama, jiwa, akal, keluarga dan keturunannya

Asumsi dasar
Untuk mencapai tujuannya , laporan keuangan disusun atas dasar akrual, dengan dasar ini pengaruh transaksi dan peristiwa lain di akui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas di terima atau dibayar) dan di ungkapkan dalam catatan akuntansi serta di laporkan dal;am laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melebatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pemabyaran kas di masa depan serta sumberdaya yang merepresentasikan kas yang akan di terima dimasa depan. Oleh karena itu lapoiran keuangan menyediakan informasi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam keputusan ekonomi. Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil. Pendapatan atau keuntungan yang di maksud adalah keuntungan bruto (GROSS PROFIT)
Kelangsungan usaha , laporan keuangan biasanya disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu entitas di asumsikan tidak bermaksud mengurangi secara material skala usahanya . jika maksud itu timbul , laporan keuangan mungkin harus  disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar nya harus di ungkakan.

Laporan Keuangan Syariah
Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan dari suatu entitas syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi:

(a) aset;
(b) kewajiban;
(c) dana syirkah temporer;
(d) ekuitas;
(e) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
(f) arus kas;
(g) dana zakat; dan
(h) dana kebajikan.

Informasi tersebut di atas beserta informasi lainnyayang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantupengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.

Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
(a) Neraca;
(b) Laporan Laba Rugi;
(c) Laporan Arus Kas;
(d) Laporan Perubahan Ekuitas;
(e) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat;
(f) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan dan
(g) Catatan atas Laporan Keuangan

Standard akuntansi keuangan Syariah

Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan akuntasi berdasarkan kaidah syariah. Berikut ini daftar Standar Akutansi Keuangan yang juga akan berlaku bagi perbankansyariah :

(1) Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
(2) PSAK 101 (Revisi 2006) tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
(3) PSAK 102 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Murabahah,
(4) PSAK 103 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Salam,
(5) PSAK 104 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Istishna’,
(6) PSAK 105 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Mudharabah,
(7) PSAK 106 (Revisi 2006) tentang Akuntansi Musyarakah.

IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi keuangan dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya standar akuntansi keuangan yang baik.

Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan dalam rangka mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan praktek perbankan yang telah ada (konvensional). Untuk itulah maka pada tanggal 25 Juni 2003 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan IAI dalam rangka kerjasama penyusunan berbagai standar akuntansi di bidang perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan pelatihan pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI.

Badan yang menerbitkan standar akuntansi islam pada saat ini adalah the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAO-IFI) yang didirikan sejak 1991 di Bahrain. Sampai dengan saat ini telah diterbitkan 56 standar akuntansi Islam dalam bidang akuntansi, auditing, governance dan etika, seperti tertera pada tabel 2. Anggota Technical Board AAOIFI berjumlah 20 orang, dengan 115 anggota yang mewakili 27 negara. Saat ini juga sedang disusun program Certified Islamic Public Accountant (CIPA) yang akan segera disebarluaskan ke beberapa negara.

Related Posts:

Menerapkan Teori Ke Dalam Regulasi Akuntansi

Menerapkan Teori ke Dalam Regulasi Akuntansi

A. Teori regulasi yang relevan dengan akuntansi keuangan dan auditing
Teori pasar capital menganjurkan bahwa manajemen akan mendapatkan insentif jika sukarela menyediakan informasi akuntansi kepada pihak diluar perusahaan dan membuat informasi tersebut diverivikasi oleh auditor independen. Terdapat beberapa teori yang relevan untuk memahami regulasi dari laporan keuangan antara lain.

1. Teori efesiensi pasar
Ekonom pasar bebas akan berargumen bahwa fungsi pasar beroperasi baik tanpa intervensi pemerintah. Dan dengan efesiensi yang maksimum akan dicapai dengan dorongan permintaan dan penawaran yang diatur oleh pasar.. Akuntansi dapat juga dilihat sebagai industri informasi dengan itu bisnis dari akuntansi adalah memproduksi informasi. Pembela dari penganjur pasar bebas berargumen “seperti produk lainnya kekuatan permintaan dan penawaran harus beroperasi, terdapat permintaan untuk informasi akuntansi oleh pengguna dan penawaran informasi tersebut dari perusahaan yang membuat laporan keuangan. Sebuah titik keseimbangan harga terbentuk secara teori pada informasi akuntansi” .

2. Teori agensi
Permintaan dari informasi keuangan dapat dikategorikan sebagai keinginan untuk melakukan pengambilan keputusan. Atkinson dan Feltham berargumen bahwa bahwa teori agensi mengingatkan tentang permintaan tentang informasi keuangan. Teori agensi berkonsentrasi pada hubungan antara pemilik modal dan seseorang manajer. Atkinson dan feltham menjelaskan permintaan informasi berkaitan tentang keinginan untuk:
Motivasi agen (manajer)
Mendistribusikan resiko secara efisien

3. Teori Regulasi
a. Public Interest Theory
Public interest theory percaya bahwa peraturan itu disediakan sebagai jawaban atas permintaan dari  publik untuk koreksi atas praktek pasar yang tidak adil atau tidak efisien. Oleh karena itu, peraturan pada awalnya diberikan agar bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan dan badan pengatur dipercaya untuk mewakili kepentingan dari  masyarakat di mana badan pengatur beroperasi.

b. Capture Theory
Tidak seperti private interest theory, capture theory mengakui kemungkinan bahwa peraturan  pada awalnya diberikan untuk kepentingan publik. Namun, teori ini membantah bahwa peraturan akhirnya akan dikendalikan oleh pihak yang seharusnya dikendalikan oleh regulasi tersebut. Di bawah perspektif ini, pihak yang menginginkan tanggung jawab atas (menangkap) pengatur dengan niat bahwa aturan yang akan dikeluarkan (post-capture) akan menguntungkan bagi kebutuhan pihak tersebut.

c. Regulasi Teori Kelompok Kepentingan Ekonomi
Regulasi teori kelompok kepentingan ekonomi (regulasi teori kepentingan pribadi) berasumsi bahwa kelompok akan dibentuk untuk melindungi kepentingan ekonomi tertentu. Kelompok berbeda dipandang sering tidak sesuai satu sama lain dan kelompok yang berbeda akan melobi pemerintah untuk memberikan perundang-undangan yang secara ekonomis bermanfaat bagi mereka (atas biaya yang lain).

B. Bagaimana Teori - Teori Peraturan Diterapkan pada Praktek Akuntansi dan Auditing?
1.Penerapan teori kepentingan umum (Public interest theory)
teori ini menghiraukan studi penelitian yang mengindikasikan bahwa manajer suatu entitas bisnis memiliki dorongan yang kuat untuk membenarkan anggapan pasar yang salah  mengenai aktivitas bisnis mereka.

2.Penerapan teori pembuatan peraturan (capture theory)
Dalam hal ini pada dasarnya profesi akuntansi membutuhkan pengesahan standard akutansi yang bisa dicapai hanya dengan standard yang dimilikinya mempunyai kekuatan hukum yang didukung oleh legislative. Pada hal ini dapat dilihat bahwa campur tangan dalam perturan dalam penetapan susunan standard akuntansi di desain sama dengan kerangka teori kepentingan umum.

3.Penerapan Teori Kepentingan Individu.
Batasan pada teori peraturan ini adalah tidak terdapat hubungan mutual secara ekslusif, suatu kejadian yang diterangkan dengan satu teori mungkin bisa diterangkan sama baiknya menggunakan teori yang lain. Pada hal ini tidak jelas satu penjelasan dapat di pertahankan. Cotoh Sarbox yang muncul karena tindakan pemerintah amerika mengikuti bangkrutnya enron yang dimaksudkan untuk menjamin tingkat pengusaan perusahaan dalam supervisi dan audit laporan keuangan. Teori ini menjadi seimbang ketika di observasi dengan suatu kejadian. Dalam hal ini sangat sesuai jika dilihat dari segi pandang proses politik.

C. Penyusunan Standard sebagai Proses Politik
Penyusunan standard dipandang sebagai proses politik karena berpotensi secara signifikan menjadi sangat mempengaruhi dari berbagai kelompok berkepentingan. Oleh karena itu berbagai kelompok kepentingan berusahan mempengaruhi pengenalan peraturan. Atau secara singkatnya beda kelompok maka akan beda mempengaruhi peraturan akuntansi. Pemerintah di berbagai Negara membentuk pembuat peraturan yang bekerja secara independent yang berusaha untuk menghasilkan standard dengan kualitas yang tinggi dimana memenuhi kebutuhan para pengguna laporan keuangan dalam membuat suatu keputusan. Beberapa masalah / kasus yang akuntansi yang terkait dengan hal ini ( lobby secara politik )
o Financial Instrument / Instrument keuangan dan Intangible Asset/Asset tak berwujud

D. Kerangka Peraturan untuk Pelaporan Keuangan
Kegiatan dari berbagai pihak pembuat laporan keuangan akan terpengaruh oleh dimana laporan keuangan dibuat; yaitu hukum, politik social dan ekonomi. Di berbagai negara, terdapat banyak perbedaan mengenai kerangka peraturan akuntansi keuangan, tetapi ada beberapa unsur yang sama yaitu
1.Persyaratan Wajib
2.Tata Pengelolaan Perusahaan
3.Auditor dan Pengawasan
4.Badan Pelaksana Independen

Related Posts:

Konstruksi Teori Akuntansi

KONSTRUKSI TEORI AKUNTANSI

Teori Akuntansi adalah susunan konsep, defenisi dan dalil yang menyajikan secara sistematis gambaran fenomena akuntansi yang menjelaskan hubungan antara variabel dengan variabel lainnya dalam struktur akuntansi dengan maksud dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena yang mungkin akan muncul. Beberapa klasifikasi yang sering digunakan dalam penyusunan teori dan metode perumusan adalah pragmatic, syntatic, semantic, normative, positif dan pendekatan perspektif lainnya

A. PRAGMATIC THEORY
Pendekatan pragmatic terdiri atas penyusunan suatu teori yang ditandai oleh kesamaannya dengan praktik di dunia nyata yang berguna dalam artian memberikan solusi yang sifatnya praktis. Berdasarkan pendekatan ini, teknik dan prinsip akuntansi seharusnya dipilih atas dasar kegunaan mereka bagi pengguna informasi akuntansi dan relevansi mereka terhadap pengambilan keputusan. 

Teori pragmatic dibagi dua pendekatan :
Deskriptif pragmatic 
Pendekatan ini mencoba menjawab pertanyaan “apa”. Dalam metode ini akuntansi dianggap sebagai seni yang tidak dapat dirumuskan dan karenanya metode perumusan teori akuntansi harus bersifat menjelaskan atau descriptive.

Pshychological pragmatic
Pendekatan ini mencoba mengamati reaksi dari pemakai laporan keuangan terhadap output akuntansi (laporan keuangan) yang dimaksud dari berbagai aturan, standar, prinsip atau pedoman.

B. SYNTATIC dan SEMANTIC THEORY
Semantic theory menghubungkan konsep dasar dari suatu teori ke objek nyata. Hubungan ini dituangkan dalam bentuk aturan yang sesuai atau defenisi oprasional. Semantic berkaitan dengan hubungan kata, tanda atau symbol dari kenyataan sehingga teori itu lebih mudah dipahami, relistik dan berarti. Contohnya pada persamaan akuntansi Asset = Liabilitas + Ekuity

Syntatic theory dirumuskan dalam hubungan logis. Hubungan itu dirumuskan dalam bentuk aturan tata bahasa, aturan matematik dan sebagainya. Biasanya rumusan teori menggunakan syllogism yang memberikan hubungan logis. Syllogism tidak dimaksudkan menyatakan kebenaran tetapi menjelaskan hubungan logis. Rangkaian premis dan kesimpulan merupkan permainan logika (syllogism). Tidak seluruhnya struktur syllogism itu bias menjamin kebenaran. Syntactic hanya menggambarkan dunia kenyataan dalam bentuk bahasa ilmiah atau teori.

C. NORMATIVE THEORY 
Normative Theory mencoba menjawab pertanyaan “apa yang semestinya” di sini akuntansi dianggap sebagai norma peraturan yang harus diikuti tidak peduli apakah berlaku atau dipraktikkan sekarang atau tidak. Teori normative mengkritik teori descriptive karena teori normative berusaha menjustifikasi apa yang seharusnya terjadi bukan apa yang terjadi. Teori normative lebih berkosentrasi pada penciptaan laba sesungguhnya (true income) berfokus pada pengukuran tunggal untuk aset dan sifat laba yang unik dan pengambilan keputusan (decision-usefulness) membantu dalam proses pembuatan keputusan terhadap pengguna laporan keuangan tertentu dengan menyiapkan  data-data akuntansi yang relevan.

D. POSITIVE THEORY
Positive theory yaitu metode yang diawali dari suatu teori atau model ilmiah yang sedang berlaku atau diterima umum. Berdasarkan teori ini, dirumuskan problem penelitian untuk mengamati perilaku atau fenomena nyata yang tidak ada dalam teori. Kemudian, dikembangkan teori untuk menjelaskan fenomena tadi dan dilakukan penelitian secara terstruktur dan peraturan yang standar dengan melakukan perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengumpulan data dan pengujian statistik ilmiah. Sehingga diketahui apakah hipotesis yang dirumuskan diterima atau tidak 

Tujuan dari pendekatan teori positive adalah menerangkan dan meramalkan praktik akuntansi yang akan terjadi. Salah satu contoh dalam penggunaan teori positif ini adalah hipotesis bonus plan. Selain itu menurut goodfrey et.al pada akhir akhir ini ada kecendrungan muncul perbedaan antara riset akademik dan riset professional yang dinilainya belum seragam. Riset akademik tetap dalam pendekatan positif yang umumnya menekankan pada peran dan pengaruh informasi akuntansi sedangkan profesional agak condong pada pendekatan normative yang umumnya menekankan upaya untuk menyeragamkan praktik akuntansi agar lebih bermanfaat bagi praktisi.

E. PERSPEKTIF YANG BERBEDA
Dalam perspektif yang berbeda terdapat pendekatan ilmiah dan pendekatan naturalistiik: 


  • Pendekatan ilmiah ini didasarkan pada asumsi ontologi yang pasti (cara kita memandang dunia) dan yang akan diteliti adalah realitas obyektif, yang mana berdampak pada epistemologi yang berbeda ( bagaimana kita belajar) dan metode penelitian ilmiah untuk kajian yang berbeda.
  • Pendekatan naturalistik: menyiratkan bahwa tidak ada asumsi yang terbentuk sebelumnya atau teori dan berfokus pada perusahaan-spesifik masalah di dunia nyata 

Related Posts:

Pencairan Tunggakan Pajak

Menurut Surat Edaran DJP Nomor SE-29/PJ/2012 tentang Kebijakan Penagihan Pajak, mendefinisikan pencairan tunggakan atau piutang pajak adalah seluruh pembayaran dan pengurangan atas piutang yang terbit sebelum tahun berjalan, yang terdiri dari.
  1. Pembayaran melalui SSP;
  2. Pembayaran melalui Pbk;
  3. Pengurangan akibat SK Pembetulan/Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi, dan SK Pengurangan atau Pembatalan SKP yang tidak benar;
  4. Pengurangan akibat SK Keberatan, Putusan Banding dan Peninjauan Kembali.
  5. Pengurangan akibat sebab lain-lain selain hasil rekonstruksi saldo awal sepanjang didukung dengan Berita Acara Penyesuaian dan dokumen pendukung yang memadai.

Tindakan awal dalam penagihan pajak agar Wajib Pajak melunasi utang pajaknya adalah dengan diterbitkan Surat Teguran. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa “Tindakan pelaksanaan Penagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat tersebut setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.” Penagihan pajak sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 mengatur bahwa setelah lewat tujuh hari jatuh tempo tunggakan pajak, tetapi Wajib Pajak belum melunasi utang pajak maka akan diterbitkan Surat Teguran. Ini bermaksud untuk mengingatkan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya untuk melunasi tunggakan pajaknya agar tidak dilakukan prosedur selanjutnya yang akan dikenakan biaya penagihan pajak sehingga taget pencairan dari tunggakan pajak yang terus menigkat akan tercapai.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 pasal 6 menyatakan bahwa “Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.” Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pasal 7 ayat 1 menjelaskan agar tercapai efektivitas dan efisiensi penagihan pajak yang didasari Surat Paksa, ketentuan ini memberikan kekuatan eksekutorial serta memberi kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding dan Wajib Pajak lebih merasa takut sehingga membayar utang pajaknya agar tidak dilakukan penyitaan.

Related Posts:

Langkah-langkah Setelah Diterbitkannya Surat Paksa

Setelah Surat Paksa diterbitkan maka surat paksa ditindaklanjuti dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Surat paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak. Pemberitahuan Surat Paksa dimaksud harus dilaksanakan dengan membacakan isi Surat Paksa oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. Berita Acara sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat Pemberitahuan Surat Paksa serta ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan Penanggung Pajak.

b. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
  1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;
  2. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak jika Penanggung Pajak tidak dapat dijumpai;
  3. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan, jika wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi;
  4. para ahli waris jika wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. Terhadap wajib pajak yang meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang telah dibagi, Surat Paksa diterbitkan dan diberitahukan kepada masing-masing ahli waris. Surat Paksa dimaksud memuat antara lain, jumlah utang pajak yang telah dibagi sebanding dengan besarnya warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris. Dalam hal ini ahli waris belum dewasa, Surat Paksa diserahkan kepada wali atau pengampunya.

Apabila pemberitahuan Surat Paksa tidak dapat dilaksanakan dengan cara di atas, Surat Paksa tetap dapat disampaikan dengan cara menyampaikannya melalui Pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa di mana wajib pajak bertempat tinggal atau melakukan kegiatan usahanya.

c. Surat terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada.
  1. Pengurus meliputi Direksi, Komisaris, Pemegang Saham pengendali atau mayoritas untuk perseroan terbuka, Pemegang Saham untuk perseroan tertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan, untuk perseroan terbatas.
  2. Kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab untuk BUT.
  3. Direktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan, untuk badan usaha lainnya seperti KIK, persekutuan, firma, dan perseroan komanditer
  4. Ketua atau orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan, untuk yayasan.
  5. Pengawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai d. pengertian pengawai tetap adalah pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan, perpajakan, personalia, hubungan masyarakat, atau bagian umum dan bukan pengawai harian.

Apabila pemberitahuan Surat Paksa tidak dilaksanakan dengan cara di atas, Surat Paksa tetap dapat disampaikan dengan cara menyampaikannya melalui Pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa di mana wajib pajak bertempat tinggal atau melakukan kegiatan usahanya.

d. Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta Peninggalan, atau curator dan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi. Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator atau Penerima Kuasa.

e. Dalam hal wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan. Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud. Yang dimaksud dengan seorang kuasa pada ayat ini adalah orang pribadi atau badan yang menerima kuasa khusus untuk menjalanakan hak dan kewajiban perpajakan.

f. Dalam hal wajib pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.

Related Posts:

Surat Teguran dan Surat Paksa

Surat Teguran

Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenisnya adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Utang pajak dalam hal ini adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan perpajakan.

Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Selain kondisi apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan Surat Teguran, Surat Paksa juga dapat diterbitkan dalam hal :
1. terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
2. penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak

Adapun ciri-ciri surat paksa (Priantara, 2013:118) yaitu.
a. Formulir surat paksa harus memuat kepala surat dengan keterangan “DEMI KEADILAN                     BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

b. Surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat:
  1. nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak;
  2. dasar penagihan;
  3. besarnya utang pajak; dan
  4. perintah untuk membayar.
c. Surat paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.

d. Yang dapat ditagih dengan surat paksa, adalah semua jenis pajak pusat dan pajak daerah yang terdiri dari:
  1.  pajak pusat dan pajak daerah (pokok pajak yang kurang bayar),
  2. sanksi perpajakan berupa: kenaikan, denda (bukan denda pidana), bunga, biaya termasuk biaya penagihan.
e. Penagihan pajak dengan surat paksa tersebut dilaksanakan oleh Jurusita Pajak Pusat dan Jurusita Pajak Daerah

Related Posts:

Pengertian Penagihan Pajak dan Tindakan Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara:
a. menegur atau memperingatkan,
b. melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
c. memberitahukan Surat Paksa,
d. mengusulkan pencegahan,
e. melaksanakan penyitaan,
f. melaksanakan penyanderaan, dan
g. menjual (melelang) barang yang telah disita.

Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Jurusita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.

Tindakan Penagihan pajak
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan pajak aktif dan penagihan pajak pasif. Penagihan pajak pasif dilakukan melalui surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dilakukan dengan surat paksa diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yakni.

1. Penagihan pajak pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakna Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan

2. Penagihan pajak aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Related Posts:

Timbulnya Utang Pajak dan Hapusnya Utang Pajak

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Timbulnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak yaitu.
1. Ajaran formil
    Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

2. Ajaran materiil
  Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment.

Hapusnya Utang Pajak
Adapun hapusnya utang pajak disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
1. Pembayaran
   Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas Negara.

2. Kompensasi
    Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang di luar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu, kompensasi terjadi apabila wajib pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.

3. Daluwarsa
  Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa telah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguhkan, antara lain dapat terjadi apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.

4. Pembebasan
   Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya, tetapi karena ditiadakan. Pembebasam umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.

5. Penghapusan
   Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan wajib pajak, misalnya: keadaan keuangan wajib pajak.

Related Posts:

Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat empat sistem pemungutan pajak menurut Mansury (Priantara, 2013:7), sebagai berikut.
1. Official Assesment System yaitu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang oleh seseorang berada pada pemungut atau aparatur pajak, dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif, menunggu ketetapan dari aparatur pajak, hutang baru timbul bila sudah ada surat ketetapan pajak dari aparatur pajak. Dengan demikian berhasil atau tidaknya pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur pajak karena inisiatif kegiatan dan peran dominan berada pada aparatur pajak.

2. Self Assessment System yaitu sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang berada pada wajib pajak dalam sistem ini wajib pajak harus aktif menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.

3. Full Self Assessment System yaitu suatu sistem perpajakan di mana wewenang untuk menghitung besarnya pajak terhutang oleh wajib pajak berada pada wajib pajak itu sendiri dalam menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.

4. Semi Full Self Assessment yaitu sistem pemungutan pajak campuran antara self assessment dan official assessment.

Pendapat lain menyatakan bahwa ada tiga sistem pemungutan pajak yaitu:
1. official assessment system
2. self assessment system
3. withholding system yaitu sistem pemungutan pajak di mana wajib pajak diberi wewenang untuk menentukan objek pajak pajak yang terkait dengan transaksinya dengan pihak lain dan menentukan besarnya pajak yang harus dipotong atau dipungutnya sesuai dengan objek pajak tersebut serta menyetorkan dan melaporkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Related Posts:

Syarat Pemungutan Pajak

Syarat pemungutan pajak, yaitu.
A. Pemungutan pajak harus adil
       Seperti halnya produk hukum, pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
  1. Dengan mengatur hak dan kewajiban wajib pajak.
  2. Pajak diberlakukan bagi setiap  warga Negara yang memenuhi syarat wajib pajak.
  3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan seacara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran.


B. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
     Sesuai dengan pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan Negara diatur dengan Undang-undang”, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

  1. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya.
  2. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum.
  3. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.


C. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat laju usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
4. Pemungutan pajak harus efisien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.

Related Posts:

Mengapa Yang Berwenang Memungut Pajak Adalah Negara/Pemerintah?

Sebuah Negara demi mencapai tujuannya atau cita-citanya yaitu menciptakan kesejahteraan rakyat haruslah bergerak aktif dan ikut campur dalam kehidupan masyarakat terutama di bidang ekonomi. Demi menciptakan kesejahteraan ini, negara mengeluarkan biaya-biaya yang sangat besar. maka diperlukan dana yang sangat besar pula. Dalam pencarian dana yang sangat besar tersebut maka negara/pemerintah melakukan pemungutan pajak, tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa  keuangan negara akan lumpuh lebih-lebih lagi bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Yang berwenang memungut pajak adalah negara/pemerintah karena negara/pemerintah lah yang membangun fasilitas yang dapat digunakan oleh masyarakat luas, negara lah yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Untuk keperluan membiayai pengeluaran negara tersebut, diperlukan sumber dana yang memadai.

Dalam pemungutan pajak, negara/pemerintah harus berdasarkan kepada kemampuan masing-masing individu warga negara. Warga negara yang memunyai penghasilan yang besar, membayar pajak lebih besar daripada mereka yang mempunyai penghasilan lebih kecil. Negara tidak boleh secara semena-mena dalam memungut pajak. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang yang penyusunannya melibatkan Pemerintah dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai representasi dari rakyat. Pemungutan pajak juga harus mempertimbangkan keadilan, artinya bahwa semua warga negara memperoleh perlakuan yang sama dalam undang-undang perpajakan. Pajak juga dapat digunakan sebagai alat untuk menciptakan keadilan.

Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak/masyarakat. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan Sistem Perpajakan yang dianut oleh Indonesia yaitu sistem self assessment.

Related Posts:

Teori Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian wewenang kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori yang mendukung pemungutan pajak tersebut, yaitu sebagai berikut.
1. Teori Asuransi
Menurut teori ini, salah satu tugas Negara adalah memberikan perlindungan kepada rakyatnya atau keselamatan jiwa dan hartanya dengan cara menjaga ketertiban dan keamanan. Seperti halnya asuransi, rakyat sebagai tertanggung yang membutuhkan perlindungan dan Negara sebagai penanggung yang memberikan perlindungan, tertanggung harus membayar sejumlah premi atas risiko kerugian harta atau jiwanya kepada penanggung.
2. Teori Kepentingan
Teori ini mengatakan bahwa Negara dan rakyatnya saling memiliki kepentingan. Rakyat membutuhkan Negara sebagai pengayom, pelindung, dan pengatur. Tetapi agar Negara (dalam hal ini dilaksanakan oleh pemerintah) dapat menjalankan perannya maka diperlukan dana. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah dibebankan kepada rakyat.
3. Teori gaya pikul
Pemerintah membutuhkan dana agar fungsi Negara dan peran pemerintah dapat berjalan, maka rakyat memberikan sebagian kekayaannya dalam bentuk pajak. Pada teori ini pajak yang dibebankan kepada masing-masing orang berdasarkan pada gaya pikul seseorang atau kemampuan seseorang.
4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Berlawanan dengan teori-teori sebelumnya yang melihat ada hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya dan tidak mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan warganya maka teori ini mendasarkan pada paham bahwa karena sifat suatu Negara maka dengan sendirinya timbullah hak mutlak untuk memungut pajak dan kewajiban rakyat untuk membayar pajak yang pada akhirnya menjadi suatu tanda bakti rakyat kepada Negara.
5. Teori Asas Gaya Beli
Menurut teori ini fungsi pemungutan pajak diibaratkan dengan pompa yang mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat kepada rumah tangga Negara dan selanjutnya memompa keluar atau menyalurkan kembali dari Negara kepada masyarakat.

Related Posts:

Asas-asas Pemungutan Pajak

Mengapa Pemerintah memungut pajak? Tentunya pajak memiliki peranan penting dalam kehidupan bernegara. Pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara misalnya untuk pembangunan nasional, subsidi pemerintah dan lain-lain.
Beberapa ahli mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain.
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims”, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas certainly (asas kepastian hukum: semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenakan sanksi hukum.
c. Asas convenience of payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya di saat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau di saat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
b. Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh Negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
c. Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh Negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
d. Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
e. Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.
a. Asas politik finansial: pajak yang dipungut Negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan Negara.
b. Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat. Misalnya pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah.
c. Asas keadlian yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
d. Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, di mana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
e. Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas Domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Asas ini tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal.
2. Asas Sumber : Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikeanakan pajak itu diperoleh oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.
3. Asas Kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Berdasarkan asas ini landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang pribadi atau badan yang memeroleh penghasilan, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.

Related Posts:

Pengertian/Definisi Pajak dan Unsur-Unsur Pajak

Pajak merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam rangka pembangunan nasional. Berikut ini beberapa ahli yang mendefinisikan pajak, yaitu:
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, definisi pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa--jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Menurut Prof. Dr. P.J. Adriani, pengertian pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan) yang trutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-undang N0. 16 tahun 2009, definisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan beberapa pengertian/definisi pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Iuran dari rakyat kepada negara
    Artinya yang berhak memungut pajak hanyalah negara. iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang
    Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk
    Artinya dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh           pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluran-pengeluaran yang                 bermanfaat bagi masyarakat luas

Related Posts: